Rabu, 03 September 2008

Renungan di Suatu Malam

Pada suatu malam yang cerah aku mencoba duduk di meja belajarku. Aku tidak belajar mata pelajarn di sekolah, melainkan aku berpikir. Sebelumnya aku melihat di televisi, banyak orang berdemo, bukan demo masak, tetapi demo mahasiswa tentang adanya dugaan korupsi salah satu tokoh pemerintahan. Aku berpikir, mengapa sich, kok teganya ada yang korupsi begitu, toh kalau tidak korupsi saja harta mereka terus bertambah, berkecukupan, tidak kelaparan, bahkan tanpa korupsi mereka masih kaya. Gaji mereka sudah sangat besar, tapi kok masih saja ada oknum yang tega korupsi. Aku berpikir. Disamping itu, ketika aku mengganti channel televisi, ada sebuah berita lagi yang menggerakkanku untuk berpikir ebih lagi. Masih banyak anak-anak maupun keluarga di Indonesia yang kurang mampu. Aku melihat badan anak umur lima tahun kurus kering, hanya tinggal kulit dan tulang saja. Aku kasihan melihatnya. Aku sangat sedih ketika mendengar kisahnya. Saat aku berpikir bersamaan, aku sadar, aku melihat perbedaan yang kontras sekali pada kedua berita di atas. Satunya tentang korupsi, dan satunya lagi tentang anak yang kurang gizi. Sungguh suatu hal yang ironis ketika melihat saudara kita yang sudah kaya, punya potensi untuk membantu saudara kita yang miskin, tetapi tidak digunakannya unuk membantu orang yang lebih membutuhkan. Aku pusing. Kucoba untuk berpikir jernih. Tetap saja aku masih bingung. Apakah karena manusia itu serakah? Apakah manusia sudah tidak punya hati? Apakah ia sudah mati rasa? Apakah ia sudah tidak mempunyai detak jantung yang berdegup kencang saat salah sasaran? Aku masih tidak tahu. Yang aku bisa hanyalah duduk termenung disini berharap hari esok lebih baik. Tidak bisa aku harus tahu. Lalu kucoba untuk mengosongkan pikiranku. Aku mencoba untuk berserah pada Tuhan, berdoa lalu sedikit membolak-balik alkitab dan renungan harianku. Roh kudus menuntun aku dan ia menunjukkan suatu ayat yang sangat penting. Isinya begini “akar dari segala kejahatan ialah cinta uang”. Oh ternyata itu yang selama ini telah membutakan mata hati manusia, aku berpikir lagi. Aku teringat akan Presiden Soeharto. Ia orang yang sangat kaya, uangnya banyak. Tetapi kemarin terlihat ia tergeletak di rumah sakit-sebelum meninggal-dan uangnya itu tidak bisa menolongnya dari penyakitnya tersebut, tidak bisa menjadikannya muda dan berkuasa lagi, uang sudah mengecewakannya. Serta aku teringat kata ibuku, bahwa banyak orang kaya yang justru masuk rumah sakit, mereka tidak bisa menikmati hidup mereka. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Hanya di dalam Tuhanlah sukacita dan berkat itu dicurahkan. Aku juga teringat pada Tuhan Yesus, pengorbanan-Nya, kasihnya terhadap orang miskin, memberikanku inspirasi untuk mengasihi yang membutuhkan, sesama manusia sebagai wujud bahwa aku mengasihi Tuhan. Malam itu malam yang penting bagiku. Aku tahu bahwa Tuhan tetap mengasihiku, ia Allah yang setia. Tetapi semua pilihan tetap ditanganku. Lalu kucoba untuk membaringkan tubuhku di tempat tidur dengan harapan esok akan lebih baik.